Iya, saya tahu kok, setiap tahun kita membuat resolusi lalu, entah bagaimana, kita (mungkin karena terlalu over-estimasi) ternyata gagal melulu dalam eksekusinya. Akibatnya? Kita jadi takut untuk membuat resolusi lagi pada tahun ini. Kenapa? Ya karena rasa gagal itu nggak enak, man! Apalagi, resolusi-resolusi yang gagal itu kemudian jadi becandaan dan lama-kelamaan, disadari atau tidak, kita pun memandang sinis sama resolusi orang lain, dan makin pesimis sama resolusi sendiri. Lalu jatohnya, resolusi menjadi ajang olok-olokan, demi menutupi rasa kecewa itu sendiri.
Tapi, gimana kalo kita memutuskan untuk ga mau menyerah? Gimana kalau kita keukeuh untuk tetap membuat resolusi dengan belajar atau berkaca dari pengalaman kegagalan-kegagalan kita di waktu-waktu yang lalu itu?
Maksudnya gimana ya?
Maksudnya, gimana kalau melalui kegagalan-kegagalan itu, kita sebetulnya sedang dipersiapkan untuk lebih siap berhasil dalam resolusi tahun ini? So, instead of being cynical or giving up, kita justru belajar menganalisis kenapa yak kok gw gagal maning, gagal maning? Apa sih sebab-sebab dari kegagalan-kegagalan itu? Dan, kira-kira ada nggak cara yang lebih baik supaya berhasil? Kalian nggak penasaran apah, pengen tau juga dong gimana rasanya kalo berhasil, ya kan? Kalo iya, yuk sama-sama kita uraikan benang-benang kusutnya, supaya bisa melihat lebih jelas, apa, kenapa, bagaimana, lalu mungkin, kali ini kita bisa menaklukkan resolusi kita itu dengan sempurna! Yay!
Mari kita mulai dengan meninjau kegagalan itu. Mungkin nih ya, kita gagal melulu itu karena: kurang persiapan. Misalnya, resolusi kita untuk tahun ini adalah membaca 100 buku. Padahal, buku yang kita miliki cuma 10 buku saja, dan kita nggak punya dana untuk membeli 90 buku berikutnya. Maka, resolusi terasa sebagai beban berat yang bikin kita jadi malas untuk melakukannya dan jadi putus asa. Padahal nih, kalau saja kita betul-betul memikirkannya, maka ada beberapa jalan keluar yang bisa ditempuh:
1. meminjam ebook di perpusnas, aplikasinya bisa didownload di google play atau apple store.
2. pinjam buku dari teman.
3. pinjam buku dari perpustakaan terdekat di tempat tinggalmu.
4. baca buku di tokobuku, bisa loh kalau memang mau.
Jika pilihan-pilihan di atas terasa agak memberatkan, maka, bisa juga resolusinya disesuaikan dengan kondisi kita. Nggak ada salahnya juga membaca ulang ke-10 buku itu lalu membuat resensinya misalnya, dibahas aja sedetil-detilnya, kan seru juga. Atau kalau kita nggak berkenan dengan endingnya, bisa saja kita menuliskan ending yang baru, atau bikin cerita itu jadi cerita versi kita.
Intinya, kita bisa jadi nggak terlalu kaku memandang cara membuat resolusi yang menyenangkan dan berhasil, yang kita perlukan barangkali hanya sudut pandang yang berbeda dan sedikit kreativitas. Lagipula, setelah saya pikir-pikir kembali, resolusi ini kan milik kita, untuk kita, jadi kita sebetulnya bebas menafsirkan dan melakukannya dengan cara kita. Iya kan?
Dengan begitu, akan jauh lebih mudah bagi kita untuk memenuhi resolusi kita. Jadi, resolusi itu nggak perlu yang muluk-muluk, sih. Biasanya, semakin muluk, semakin sulit untuk dicapai. Kayak, membaca 100 buku itu, mungkin mudah kalau kita tinggalnya di perpustakaan dan ga ngapa-ngapain selain membaca buku setiap waktu, mungkin bukan cuma 100 buku doang, seribu buku pun bisa selesai dalam setahun. Ya kan? Tapi, jika kitanya ini bukan penunggu perpustakaan dan punya banyak kegiatan lain yang wajib juga dikerjakan, ya bikinlah hidup kita jadi lebih mudah dengan membuat resolusi kita lebih ramah dan lebih tergapai-able, begitu.
Jadi, masalah kenapa resolusi bisa gagal melulu itu, selain karena kurang persiapan, bisa jadi juga karena terlalu muluk, seakan-akan kita memang sedang sengaja banget nyusahin diri sendiri.
Jadi, menurut saya, resolusi jangan dibuat untuk nyusahin diri sendiri atau dengan udah-pasti-gagal-attitude, tapi, kudu dipikirin agak panjang, nggak asal ikutan trend doang, lebih diseriusin dan lebih baik lagi jika secara sadar bener-bener direncanakan, entah secara detil atau garis besarnya aja. Kenapa? Karena dengan begitu, kita udah bertujuan untuk membuat diri kita sukses. Iya apa iya? Iya.
Baiklah, setelah ngoceh panjaaang lebar, yang lebih tepatnya untuk menyemangati diri sendiri ini, dan untuk menyemangati kamu yang entah bagaimana dikirimkan semesta untuk membaca postingan ini, maka tibalah saatnya untuk menuliskan apa saja resolusi saya untuk tahun ini dan mengupasnya sedikit.
Resolusi saya untuk tahun 2022 ini:
1. Lebih banyak membaca buku.
Iya, ini resolusi yang kurang jelas, kurang spesifik dan jatuhnya bisa jadi muluk-muluk atau malah nggak dilaksanakan sama sekali. Apa tuh maksudnya lebih banyak membaca buku? Lebih banyak jika dibandingkan dengan siapa, atau dengan apa? Ya kan? Ya dong, kudu ada perbandingannya lah ya. Kalo cuma dengan tahun lalu, maka saya ga perlu baca banyak-banyak amat sih, cukup baca dua buku juga udah lebih banyak dari tahun lalu. Haha..iya, separah itu memang kondisi kegiatan membaca saya.
Karena itu, saya harus banget membuat daftar buku yang saya miliki dan mana saja yang memang menarik untuk saya baca ulang atau malah belum pernah saya baca dan karena itu sekaranglah saatnya saya baca-baca dan mana yang akan saya simpan di loteng untuk sementara waktu.
Lalu, saya harus meniatkan dan menyiapkan spot waktu untuk membaca, apakah setiap akhir pekan melahap satu buku, ataukah dirincit selama beberapa hari. Ini juga penting lho, sebab ada kaitannya dengan kegiatan-kegiatan lain yang harus minggir dulu.
2. Lebih banyak menulis.
Sama sih ya kayak di atas. Ini juga resolusi yang ga terlalu jelas. Apa nih maksudnya lebih banyak menulis? Tapi ini bisa saya jawab dengan lebih percaya diri sih, haha..karena saya sadari bahwa menulis adalah talenta saya secara natural. Jadi, saya bakalan lebih banyak menulis macam ini, baik itu di kertas (iya ini memang saya tulis dulu panjang-panjang gitu di kertas), kembali aktif mengisi blog ini, menulis resensi di blog KampungFiksi, menulis cerpen dan kembali menulis puisi.
3. Menggambar 100 wajah.
Haha! Iyes, iyes, saya ngaku deh, ini memang salah satu dari resolusi yang muluk-muluk itu sih. Lho, udah tau muluk, kok malah melanggar aturan yang dibuat sendiri sih? Klise sih ya, karena rules are meant to be broken, alias aturan itu ada untuk dilanggar wkwkwk... apakah karena saya sedang set myself up for failure? Enggak sayang, enggak. Justru sebaliknya. Resolusi yang satu ini adalah resolusi yang paling masuk akal.
Yes, resolusi ini adalah kegiatan yang menguntungkan, apakah saya bakal berhasil mencapai 100 wajah atau lebih (siapa tau kan?), atau jika ga berhasil sampai 100 pun, kegiatan ini ga bakal mengecewakan, karena ini adalah ajang latihan untuk mengasah ketrampilan menggambar saya. Dan, karena belakangan-belakangan ini sketsa-sketsa saya sudah semakin maju, saya cukup percaya diri, saya akan mampu memenuhi resolusi ini dengan baik.
4. Lebih teratur membaca Alkitab dan merenungkan firman Tuhan.
Terus terang aja, ini resolusi yang paling intimidatif, karena terus-menerus gagal saya tuntaskan. Iya, Tuhan, saya mengakui bahwa saya lemah.
Kenapa? Karena terlalu muluk-muluk dan rakus. Muluk-muluk karena saya pikir saya mampu membaca dari berbagai sumber dan berbagai devosi. Dan begitu banyaknya devosi yang tersedia membuat saya jadi rakus mengumpulkan mereka banyak-banyak sesuai dengan tema yang sedang saya minati. Akibatnya? Saya jadi lebih banyak membaca opini penulis devosi, ketimbang tekun membaca langsung firman Tuhan dari Alkitabnya sendiri.
Untungnya, beberapa kali kegagalan dengan pola yang sama itu membuat saya bisa mendeteksi 'kenapa'-nya itu tadi, sehingga kini saya bisa mulai mencoba mengubah perilaku itu. Apa sih tujuan saya, membaca dan merenungkan Firman Tuhan. Jadi, mana yang harusnya lebih dipentingkan, membaca devosi yang secara random (menurut tema) mengambil cuplikan-cuplikan firman, atau membaca firman secara kronologis dan merenungkannya? Karena tujuan saya adalah membaca Alkitabnya, maka saya harus lebih selektif memilih devosi yang perlu atau lebih tepatnya menarik untuk dibaca, atau sama sekali tidak perlu membaca devosi jika waktu yang tersedia hanya cukup untuk membaca Alkitab. Dengan begitu saya tahu yang mana yang menjadi prioritas.
5. Menyelesaikan naskah yang sudah pernah saya tulis lalu nekad mengirimkan mereka ke penerbit atau memuatnya secara bersambung di web khusus untuk konten kreatif. Ini adalah resolusi yang termasuk riskan. Semoga saya tidak mengecewakan diri sendiri.
Bukan, bukan soal diterima atau ditolaknya naskah. Itu hal yang biasa. Saya nggak terlalu memusingkan hal itu karena hal itu berada di luar kontrol saya. Yang saya kuatirkan justru saya nggak mampu menyelesaikan naskah-naskah itu karena mereka ternyata nggak cukup panjang nafasnya untuk menjadi sebuah novel utuh.
Tapi, sudah terlalu lama saya meragukan diri sendiri, tahun ini, saya nggak lagi mau memanjakan keraguan itu. Mungkin motivasi ini lebih tepatnya yg merupakan resolusi ya, bahwa saya akan menyelesaikan apa yang sudah terbengkalai selama beberapa waktu, dan kali ini tidak akan sama seperti sebelumnya.
6. Open Commission for Portraiture.
Jika berhasil menyelesaikan 100 wajah, saya akan memberanikan diri untuk mencantumkan Open Commission alias Membuka Jasa Melukis/Menggambar Wajah.
Jadi, jelas kan ya..., resolusi ke-6 ini, erat kaitannya dengan resolusi ke-3 itu.
7. Menata Studio.
Last but not least! Resolusi ini memang ditulis paling akhir, tapi bukan berarti dia yang paling ga penting. Justru sebaliknya, resolusi ini adalah kunci dari kesuksesan untuk beberapa resolusi yang sudah ditulis lebih dahulu. Itu sebabnya, saya harus sukses melaksanakan resolusi yang satu ini dalam bulan Januari ini juga, sehingga saya bisa leluasa melakukan resolusi-resolusi yang berhubungan dengan resolusi ke-7 ini di bulan-bulan selanjutnya, dan tahun-tahun mendatang.
Demikian ke-7 resolusi saya untuk tahun 2022 ini. Lalu, what next? Nah ini bakalan jadi bahan blogpost berikutnya deh...