Karena masa depan itu sungguh nyata ...dan harapanmu tidak akan hilang!

Sunday, September 23, 2018

Tentang Kematian

Kematian selalu terasa mengganggu. Sebuah interupsi yang tidak menyenangkan. Terutama ketika kematian itu datangnya tiba-tiba, di usia yang masih sangat muda. Atau menimpa orang-orang yang sehat dan baik-baik saja, kemarin masih bertegur sapa, hari ini dengar berita sudah meninggal. Kaget? Pastinya. Ada rasa nyesss di dada. Sulit untuk langsung mencocokkan realita dengan ekspektasi. Ekspektasi kita semua setiap hari pasti sama semua, masih ada besok (makanya kita nggak takut-takut menunda sesuatu) alias kita masih bernafas dan baik-baik saja, demikian juga orang-orang yang selama ini di sekitar kita. Kenyataan seringkali berbeda. 

Hari ini salah satu teman yang kenalnya di dunia maya dan belum pernah ketemu, meninggal dunia. Dia masih muda. Kabarnya, meninggal mendadak karena sakit jantung. Kaget banget mendengar berita itu. Baru baca cuitannya kemarin. Hari ini nggak bakal ada lagi cuitan baru darinya yang akan lewat di linimasa saya.

Hidup ternyata bukan ditentukan sama seberapa tuanya umur kita barulah kematian menjemput. Hidup nggak bergantung sama itu. Hidup bergantung sama sekuat apa tubuh dan alat-alat di dalamnya kuat berfungsi untuk menyandang nafas yang dititipkan di dalamnya. 

Umur kita tuh enggak jadi lebih pendek setiap kita ulang tahun. Enggak. Ulang tahun cuma bukti bahwa badan kita masih bertahan dengan baik sehingga masih mampu ditinggali oleh nyawa ini. Ulang tahun membuktikan bahwa, kita ini masih selamat dari berbagai kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa menimpa manusia manapun setiap harinya.

Kematian ini membuat saya berpikir, siapa yang tahu apakah dia masih hidup beberapa menit mendatang? Kita semua nggak tau juga kan sebetulnya? Tapi kita semua percaya, yakin, nggak pernah ragu, bahwa kita akan baik-baik saja. Kenapa? Saya juga nggak tau jawaban pastinya kenapa. Tapi ijinkan saya untuk membuat dugaan-dugaan. 

Mungkin karena, kalau menurut alkitab, ke dalam pikiran manusia ditanamkan bibit pengharapan bahwa kita adalah mahluk-mahluk abadi. Nyawa atau energi yang ada di dalam kita, yang membuat kita hidup, adalah bagian yang abadi itu. Itulah yang membuat manusia memiliki insting kuat untuk bertahan hidup. Itu juga yang membuat kita menjalani kehidupan ini dari hari ke hari dengan keyakinan masih ada hari esok, meskipun kenyataan bahwa kematian bisa datang kapan saja, dimana saja, dengan cara apa saja, melalui apa atau siapa saja, tidak dapat dipungkiri. Tetapi manusia jarang sekali terintimidasi dengan kenyataan itu kan? Manusia malah sering sekali menantang maut dengan melakukan hal-hal yang berbahaya.  Memang aneh kalau dipikir-pikir kan? (Mangkanya, ada yang suka wanti-wantiin gue: jangan kebanyakan mikir, jalanin aja 🤗) 

Eniwei, kembali ke soal kematian yang terjadi hari ini ke teman yang masih berusia relatif muda (30an akhir atau awal 40an) tersebut, saya pikir, bukan masalah berapa lama kita hidup yang seharusnya menjadi fokus utama ya... meskipun kuantitas umur juga bukan hal yang ga penting sih.. Tapi karena kita toh nggak bisa mengendalikan takdir kalau menyoal kematian, jadi seharusnya kualitas hidup yang jadi lebih penting. 

Yang gue maksud dengan kualitas hidup ini juga bukan melulu kita jadi manusia yang sakseus dalam karir/pekerjaan/kekayaan, tapi lebih ke gimana kita menjalani kehidupan sehari-hari. Menetapkan apa-apa atau siapa-siapa saja yang menjadi prioritas kita dan pertanyaannya adalah kenapa mereka menjadi prioritas. Dengan begitu, saat saya pergi secara tiba-tiba atau memang sudah melalui sakit yang lama atau yang sebentar, saya merasa sudah menjalankan hidup ini sehidup-hidupnya.  Atau, kalau orang-orang penting dalam hidup saya itu yang tiba-tiba direnggut dari kehidupan saya, sesedih-sedihnya, sesakit-sakitnya, sedalam-dalamnya kehilangan yang saya rasakan, setidaknya saya tahu bahwa saya sudah mencurahkan bagian terbaik dari diri saya untuk hubungan tersebut.

Akhirnya saya rasa, kematian ada agar kita bisa menghargai kehidupan.

Rest in Peace Murni Rosa dan mereka-mereka yang sudah berpulang lebih dahulu.