Karena masa depan itu sungguh nyata ...dan harapanmu tidak akan hilang!

Tuesday, November 15, 2016

Firefly Lane & Fly Away, Catatan Tentang Sequel Yang Tak Habis Saya Baca, Karena?

Firefly Lane (***spoiler alert***)

Kathleen Scarlet Mularkey, Kate atau Katie, dan Tallulah Rose Hart, disingkat Tully, menjalin persahabatan sejak kelas 8 (kelas dua SMP) hingga mereka dewasa. Persahabatan ini diceritakan secara apik di novel Firefly Lane. Tully yang egois, mau menang sendiri, selalu fokus mengejar cita-citanya dan mengalami sukses besar dalam karirnya, menjalani persahabatan dengan Kate yang selalu bertindak sebagai pendampingnya, Kate yang lebih lembut, lebih bijaksana dan menginginkan kehidupan tenang. Ketika Kate bertemu dengan John Ryan, yang kelak akan menjadi suaminya, John terpesona dengan Tully dan Kate harus menunggu beberapa tahun sebelum akhirnya mengakui perasaannya kepada John.

Kate dan Tully sama-sama memiliki keraguan dalam soal cinta. Tully, karena selalu diterlantarkan oleh ibu kandungnya, merasa susah untuk percaya seseorang mencintainya dan tidak akan pernah secara sengaja meninggalkannya. Sementara Kate, yang dibesarkan dalam keluarga yang hangat dan penuh kasih sayang, selalu percaya bahwa cinta sejati itu ada, tetapi rasa tidak percaya diri membuatnya selalu meragukan cinta John kepadanya.

Persahabatan Kate dan Tully dapat bertahan karena Kate selalu mengalah dan mentolerir segala tingkah-polah Tully. Hubungan persahabatan antara Kate dan Tully, lebih mirip hubungan antara seorang kakak yang memanjakan adiknya yang selalu bertingkah, meskipun bagi orang lain sudah melewati batas, tetapi kakak yang baik selalu memaafkan dan menerima kembali.

Titik paling rendah dalam persahabatan mereka adalah saat Tully dan Marah, anak sulung Kate, bersekongkol untuk menampilkan Kate dan Marah dalam acara tv milik Tully (yang kini sudah seterkenal Oprah) dengan topik the over protective mothers and the teenage daughters who hate them. Apa yang dilakukan Tully kali ini sudah melampaui batas. Akibatnya, persahabatan itu putus. Selama dua tahun, keduanya tidak saling berbicara. Tully tidak mau meminta maaf, Kate tidak mau lebih dahulu memaafkan seperti yang biasanya dia lakukan. 

Lalu, Kate terkena inflamatory breast cancer, dan dia menghubungi Tully karena dia ingin ditemani sahabat terdekatnya dalam menghadapi saat-saat akhir. Demikianlah, Tully dan Kate dipersatukan kembali. Kate tentu saja meninggal dan menitipkan keluarganya kepada Tully.

Apa yang selanjutnya terjadi, ada di novel lanjutannya.


Fly Away

Saya tidak bisa membaca novel ini sampai habis.

Novel ini menyebalkan sangat.

Semua tokoh-tokohnya muram dan terus-terusan berputar-putar memikirkan Kate yang sudah mati, seakan-akan mereka nggak punya kerjaan lain. Saya justru jadi kesal kepada Kate yang sudah meninggal itu, dan sekarang jadi semacam hantu di novel kedua ini, hantu yang tak rela meninggalkan cerita yang seharusnya sudah bukan lagi tentang dia. Kepingin teriak, go away, let others move on.

Saya juga tidak merasa bersimpati kepada Johnny, duda yang hanya bisa marah dan bersedih karena kehilangan Kate-nya yang tercinta. Oh, puuullleeeaaazeeeeh.

Tidak juga kepada Tully, yang menjadi pemabuk dan minta dikasihani terus-menerus, dan memimpikan Kate terus-menerus. Just die and be done with it Tully.

Apalagi kepada Marah, anak sulung Kate, yang egois, pemarah, manja, selalu minta perhatian, dan songong. Saya jadi berharap mereka semua mati saja bersama-sama dengan Kate yang mereka rindukan itu.

So, I stop reading, sebab saya bahkan tidak peduli bagaimana akhir cerita untuk masing-masing tokoh. Bagi saya, mereka sudah mati bersama kematian Kate.

Monday, November 14, 2016

Gods of Egypt: Film Jelek Yang Bagus dan Mengasyikkan

Kalau disuruh kasih bintang berapa untuk film ini, saya bakal kasih bintang lima dari lima, bintang sepuluh dari sepuluh, bahkan saya bakal tambahin bulan sekalian di antara bintang-bintang itu. Haha.



Mengapa? Sebab, disamping karena saya termasuk buta-tuli tentang sejarah dan mitologi Mesir kuno selain yang pernah saya baca tentang Cleopatra, atau nonton sekilas-sekilas di Discovery Channel atau nyaris hafal luar kepala tentang gimana hubungan Mesir dan Israel kuno melalui Alkitab, saya juga nggak berharap disuguhi film sejarah serius (serahkan itu kepada History Channel saja deh) ketika memilih untuk menonton Gods of Egypt ini. Saya bahkan nggak punya ekspektasi apa-apa. Mungkin karena itu, maka film ini dengan gampangnya melebihi ekspektasi saya dan membuat saya merasa sangat terhibur. Terpuaskan.






Sebelum era para firaun, Mesir diperintah langsung oleh dewa-dewi. Ra, dewa matahari, menciptakan mesir, semacam taman firdaus dimana dewa-dewi tinggal dan memerintah manusia. Dewa-dewi ini jauh lebih tinggi dari kebanyakan manusia (mungkin sekitar tiga meter tingginya), darah mereka dari emas dan mereka memiliki umur yang sangat panjang, tetapi bukan mahluk abadi.

Ra membagi Mesir menjadi dua bagian, Mesir yang tanahnya subur diberikan kepada anak sulungnya, Osiris, sedangkan padang pasirnya diberikan kepada Seth, anak bungsunya. Cerita ini dimulai ketika terjadi perpindahan kekuasaan.

Osiris memiliki seorang anak, Horus, pewaris tahtanya. Horus mempunyai seorang kekasih, Hator, dewi cinta. Lalu, ada seorang manusia biasa bernama Bek dan kekasihnya, Zaiya. Bek memiliki keahlian yang diperlukan untuk bertahan hidup, yaitu mencuri dan mencopet. Untuk mencuri diperlukan kecerdikan. Untuk sukses dalam mencopet diperlukan kecepatan dan kegesitan. Setelah narasi tentang mesir pada pembukaan film ini, kita diajak melihat bagaimana Bek mencuri sebuah gaun mewah yang kemudian dihadiahkannya kepada Zaiya. Gaun tersebut dikenakan Zaiya ketika menghadiri perayaan pelantikan Horus menggantikan Osiris.

Bek, yang menjadi narator cerita ini, lalu membawa kita menyaksikan pelantikan Horus. Di sini, titik balik cerita, ketika Seth tiba-tiba muncul dan merebut tahta. Seth membunuh Osiris. Seth, nyaris membunuh Horus, jika tidak dicegah oleh Hator yang menawarkan diri menjadi pendamping Seth. Seth melepaskan Horus, tetapi mencabut kedua mata Horus, yang  ketika dicabut berubah menjadi...berlian. Emejing memang. Makanya, jangan terlalu serius nontonnya ya boys and gals.

Sejak Seth memerintah Mesir keadaan tidak lagi sama dengan ketika Osiris yang bijaksana dan baik hati memerintah. Seth, diktator sejati, menjadikan manusia sebagai budak-budaknya untuk membangun menara yang tinggi. Menara ini dibangun khusus untuk mendapatkan perhatian Ra. Seth merasa harus membuat Ra bangga pada pencapaiannya. Setiap dewa-dewi yang memberontak, pasti diburu dan dibunuh oleh Seth. Horus sendiri dikucilkan di dalam kuilnya, buta dan putus harapan.

Sementara itu, kekasih Bek, Zaiya, menjadi budak kepala arsitek istana, yang diklaim sebagai manusia paling cerdas di seantero Mesir. Bek sering menyelinap ke istana kepala arsitek untuk bertemu dengan Zaiya. Zaiya membujuk Bek, yang tidak percaya kepada dewa-dewi, untuk menolong Horus kembali menjadi raja dengan cara mencuri kembali mata Horus dari tangan Seth. Sayangnya, meskipun Bek berhasil menaklukkan jebakan-jebakan berbahaya, dan mendapatkan kembali sebelah mata Horus, usaha mereka ketahuan oleh kepala arsitek, dan dalam proses mencoba melarikan diri, Zaiya terbunuh.

Kematian Zaiya ini menjadi titik balik film ini. Ini point of no return bagi Bek. Penjajahan dan perbudakan yang ditimpakan oleh rezim Seth masih dapat diterimanya, tetapi kematian Zaiya tak dapat diterima oleh Bek, terutama karena Zaiya tidak memiliki harta untuk ditawarkannya kepada Hades. Zaiya sudah pasti masuk neraka. Hukum ini ditetapkan oleh Seth ketika mengangkat diri menjadi raja, yaitu siapa yang tidak bisa mempersembahkan emas atau barang berharga tidak akan mendapat kehidupan abadi di nirwana. Satu-satunya cara menyelamatkan Zaiya dari siksaan abadi adalah dengan menyingkirkan Seth dari tahta dan hanya Horus yang dapat melakukan hal itu.

Di sinilah petualangan Bek dan Horus yang kemudian didampingi oleh Hator dan Zoth, dewa kebijaksanaan, dimulai. Untuk membunuh Seth, mereka harus memadamkan api padang gurun dengan air penciptaan yang mengalir di atas kapal perang Ra.

Kapal perang Ra? Yap, Ra melayang-layang di atas ciptaannya dalam sebuah kapal karena dia harus menjaga ciptaannya dari kegelapan yang selalu ingin menghancurkan dunia. Setiap malam, Ra harus berperang melawan kegelapan dan mengusirnya.

Apa yang menarik adalah dialog antara Ra dan Seth ketika Seth datang menemui Ra dan bertanya, mengapa Ra memberikan semua hal yang terbaik kepada Osiris dan memberikan bagian yang berat dan buruk kepadanya. Jawaban Ra, hidup ini adalah sebuah ujian. Osiris lulus ujian ketika dia tidak mempertahankan tahtanya mati-matian tetapi bersedia menyerahkan tahta kepada Horus saat waktunya tiba. Sementara ujian bagi Seth adalah padang pasir, sebab dia dipersiapkan untuk menggantikan Ra, menjaga dunia dari serangan kegelapan. Seth tidak menginginkan takdir seperti itu, yang diinginkan Seth adalah menjadi abadi dan memerintah Mesir, surga dunia, untuk selama-lamanya.

Sementara Horus, keinginannya adalah melakukan balas dendam untuk ayah dan ibunya yang telah dibunuh oleh Seth. Tetapi kekuatan Horus yang sesungguhnya, menurut Ra, bukan dalam usaha merebut kembali tahta dan membunuh Seth, tetapi dalam tujuan yang lebih besar dan tidak egois, yaitu, menyelamatkan dan melindungi rakyatnya. Karena sejatinya, itulah tugas seorang pemimpin.

Sementara Bek, manusia paling cerdas di seantero mesir, satu-satunya hal yang membuatnya nekad melakukan perjuangan adalah.... perjuangan cinta (persis seperti Sailormoon!), dia berjuang untuk orang yang paling dicintainya, Zaiya. Kekuatan cintanya kepada Zaiya yang mendorongnya untuk nekad berhadapan dengan dewa-dewi dan membuatnya menjadi faktor penting dalam perjuangan melawan kejahatan Seth.

Selain segala macam makna yang ada di film ini, aksi-aksi peperangan di udara, dewa yang dapat berubah wujud, dan baju-baju eksotis yang dikenakan oleh para artis, juga merupakan daya tarik tersendiri. So...just enjoy the ride! Santai aja...

Saturday, November 12, 2016

Before I Go: Ketika Kematian Tidak Dapat Dihindari, Apa Yang Harus Dilakukan?

Before I Go karangan Colleen Oakley, bercerita tentang bagaimana Daisy, seorang penderita kanker stadium lanjut menghabiskan sisa hidupnya dan bagaimana orang-orang terdekatnya menghadapi situasi ini.

Apa yang membuat Daisy menjadi istimewa untuk diceritakan?

Apa yang akan kamu lakukan ketika kamu tahu hidupmu hanya tinggal beberapa bulan lagi? Bukan itu saja, selain hidupmu hanya tinggal hitungan hari, kamu juga harus menerima kenyataan bahwa kamu istimewa sebab kamu memiliki kanker di hampir semua bagian tubuhmu, di paru-paru, ginjal, usus besar, tulang dan otak. Bagaimana perasaanmu saat harus menerima semua itu sebagai sebuah kenyataan yang tidak bisa dihindari? Hal ini yang dialami oleh Daisy, tokoh utama novel Before I Go, salah satu novel dari 100 novel pilihan yang saya jadwalkan sebagai bacaan saya sejak akhir 2016 sampai sepanjang 2017 nanti.

Berhari-hari sepanjang dan setelah membaca novel ini (6-11 November 2016), saya bertanya-tanya, apa yang membuat Daisy begitu istimewa sehingga kisah hidupnya perlu diceritakan oleh Colleen Oakley? Saat chatting dengan Indah, dia mengatakan, ketika orang lain tahu seseorang adalah penderita kanker, seringkali yang melekat di benak orang-orang adalah kanker-nya dan itu saja yang lantas menjadi identifikasi utama tentang si penderita kanker, yaitu, dia penderita kanker, label itu melekat dan tak bisa lepas.

Saya kemudian berpikir, 'label' yang melekat itulah yang membuat Daisy menjadi istimewa dan perlu untuk diceritakan. Tanpa memilik kanker, tak ada hal yang jadi menarik untuk diceritakan dalam kehidupan Daisy. Dia hanya seorang wanita muda, berusia 27 tahun, baru dua tahun menikah dengan seorang suami yang mencintai dan dicintainya, sedang mengambil program master psikologi dan bercita-cita membuka praktek terapi psikologi. Singkatnya, hidupnya sama sekali tidak menonjol, datar, biasa-biasa saja dan bahagia. Mungkin, kehidupan Kayleigh, sahabatnya, jauh lebih menarik untuk dibahas daripada kehidupan Daisy yang aman dan tenteram, sampai dia diberitahu bahwa kanker, yang tadinya hanya di payudara-nya saja dan sudah diangkat, kembali menggila setelah 4 tahun dinyatakan bersih. Kanker, bukan hanya kembali ke tempat yang sama tetapi sudah menjelajah seluruh bagian tubuhnya, dan dia hanya punya waktu, 4-12 bulan untuk hidup. Pertanyaannya menjadi, apa yang akan dilakukan Daisy selama sisa waktu hidupnya?

Apa yang akan tak bisa dimilikinya? Dia tak akan bisa memenuhi cita-citanya untuk menjadi terapis. Dia tak akan bisa memiliki anak. Dia tak akan bisa mendampingi suaminya untuk waktu yang akan datang. Dia tidak bisa memperbaiki jendela-jendela dapur rumahnya. Dia tak bisa merenovasi rumahnya. Dan semua itu rasanya tidak adil sama sekali, sebab dia sudah melakukan semua hal yang seharusnya dilakukannya untuk menghindari kanker kembali dalam kehidupannya.

Daisy sudah melakukan segala-galanya dengan benar. Hidup sehat, dan rajin beryoga. Memakan hanya sayur dan buah-buahan organik. Tak pernah absen untuk cek kesehatan setiap enam bulan sekali. Tapi kanker tetap tumbuh dan menyebar di seluruh jaringan tubuhnya. Tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Hanya ada obat yang sedang dalam tahap uji coba, untuk memperpanjang hidupnya, dan operasi otak untuk mengangkat kanker sebesar jeruk orange dari dalam tengkoraknya hanya agar ia masih dapat menikmati kualitas hidup senormal yang masih bisa dinikmatinya. Dia hanya punya sedikit waktu dan begitu banyak kanker.

Semua ini, membuat Daisy menjadi istimewa! Ya, semua terminal illness itu adalah keistimewaan yang membuat it defines whoever has it. Sama seperti Superman yang istimewa karena kekuatan super yang membuatnya berbeda dengan orang-orang normal lainnya, sehingga yang dilihat orang-orang adalah kesuperannya, dan mereka gagal menghubungkan Clark Kent dengan Superman, demikian juga dengan kegagalan yang kerap menimpa orang-orang untuk melihat pribadi di balik penyakit yang dideritanya, karena dengan memiliki penyakit itu, ia menjadi istimewa, dia memiliki apa yang tak dimiliki oleh orang lain, dan dengan demikian ia juga memperoleh pengalaman yang tak bisa dirasakan oleh orang lain, bahkan orang paling dekatnya sekalipun.

Kekurangan maupun kelebihan sebetulnya adalah keistimewaan, it makes you stand out from the 'normal' crowd. Dan ini yang dipakai oleh Colleen Oakley untuk membuat Daisy menjadi tokoh utamanya. Dia memberikan hadiah istimewa, kanker yang sudah menyebar di seluruh jaringan tubuhnya. No way out. Bagaimana reaksi Daisy menghadapi kenyataan ini yang kemudian menjadikan cerita ini menarik untuk dituliskan. Apa yang membuatnya kemudian menjadi bestseller? Bagi saya, buku ini memberikan banyak masukan seperti yang saya tuliskan di bawah ini.

Apa saja pelajaran yang saya peroleh dari mengikuti kehidupan Daisy?

The moral of the story? Ya, setiap cerita yang bagus pasti mengandung pesan moral, itu sudah pasti. Mana ada manusia yang dapat menjalani kehidupan berkualitas di dunia ini bila ia tak memiliki kompas moral? Begitu pun cerita yang bagus dan berkesan, juga mengandung makna dan pelajaran yang dapat dipetik dari dalamnya. Pastinya, akan berbeda apa yang saya peroleh dan apa yang diperoleh oleh pembaca yang lain karena latar belakang maupun tujuan membaca menentukan juga bagaimana seseorang menerjemahkan dan mencerna sebuah konteks.

Pelajaran yang saya peroleh dari kehidupan Daisy adalah:

1. Ketika kehidupan berbelok sangat tajam, dan hanya tersisa "kamu pasti mati dalam beberapa bulan saja" maka, ada hal-hal yang terasa penting ketika kita tidak tahu ujung kehidupan kita akan sepanjang atau sependek apa, menjadi sama sekali tidak relevan dan kehilangan daya tariknya.

Tadinya, Daisy dengan penuh semangat belajar untuk menjadi psychotherapist. Dia punya tujuan yang jelas dan dia sedang melakukan langkah-langkah penting untuk mencapai tujuan tersebut. Namun ketika waktu yang dimilikinya tidak lagi cukup untuk memenuhi tujuan tersebut, tujuan itu menjadi tidak memiliki makna lagi. Dia harus memikirkan tujuan baru yang ingin dicapainya sebelum dia pergi.

Karena sepanjang hidupnya, Daisy terbiasa mandiri dan merasa dia bertanggungjawab menjaga orang-orang yang dikasihinya, maka tujuan utamanya kini menjadi mencari orang yang tepat untuk menggantikannya menjaga Jack, suaminya, ketika dia sudah tidak ada lagi. Istri baru untuk suaminya.

2. Ketika berada dalam situasi yang sangat buruk, akan sulit untuk mengungkapkan atau menyadari apa yang sesungguhnya diperlukan. Dan kehidupan tidak seharusnya berjalan normal dalam sebuah situasi yang abnormal. Kita tidak perlu berpura-pura segala sesuatu akan baik-baik saja ketika segala sesuatu tidak baik-baik saja dan tidak akan menjadi baik-baik saja.

Daisy mendorong Jack untuk tetap melakukan pekerjaan dan study-nya agar Jack bisa diwisuda pada bulan Mei. Daisy melakukan hal ini karena dia ingin masih bisa menyaksikan wisuda suaminya, dan kalau segala sesuatu berjalan seakan-akan tidak ada yang berubah Daisy mengira dia akan merasa baik-baik saja juga, no drama. Agar dapat melakukan semua itu, Jack harus tetap menjalani hari-hari seperti sebelum mereka mengetahui waktu Daisy terbatas. Situasi ini, pada akhirnya, terasa menyakitkan baik bagi Daisy sendiri maupun bagi Jack.

3. Ada waktunya untuk melepaskan. Hidup ini memang tidak berada dalam kendali kita. Kita hanya dapat mengendalikan sebagian kecil saja dari hidup ini, yaitu apa yang diberikan kepada kita setiap hari, dan misteri kapan kita akan meninggalkan semua yang sifatnya sementara saja ini. Bagi mereka yang diberikan keistimewaan untuk mengetahui bahwa waktu hidupnya hanya tinggal beberapa saat lagi, kesadaran untuk mau melepaskan kendali atas segala sesuatu dan menikmati saja hari-hari yang tersisa bersama mereka yang menyayanginya, adalah sebuah pilihan yang lebih baik untuk dirinya dan orang-orang yang mengasihinya.

Daisy terbiasa mandiri, dia mengurus segala keperluan ke dokter dan berobat, sendirian. Dia menolak membiarkan Jack menemaninya, dia jengkel ketika ibunya datang untuk merawatnya, karena dia ingin terlihat dan merasa kuat dan baik-baik saja. Di tengah keadaan yang tak dapat lagi dikendalikannya, Daisy merasa tetap harus memegang kendali atas dirinya, dan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh Jack (suami), Kayleigh (sahabat) dan ibunya. Pada kenyataannya, dia memerlukan perhatian mereka, dan mereka juga memerlukan Daisy membiarkan mereka merawatnya.

4. Dalam keadaan apapun, prioritaskan waktu untuk dihabiskan bersama orang-orang yang dikasihi karena kita tak pernah tahu kapan saat terakhir kita bersama dengan mereka. Entah karena mereka yang meninggalkan kita atau kita yang pergi lebih dahulu.

Pada akhirnya, Daisy baru menyadari bahwa dia sangat memerlukan kehadiran Jack di sisinya, dan sudah membuang-buang waktu mereka yang hanya tinggal sedikit saja untuk mengurus berbagai hal yang seharusnya bukan menjadi tanggungjawabnya.

Bagaimana kesan saya tentang novel ini?

Emosional. Ada saat-saat dimana saya jengkel sekali kepada Daisy karena dia terlalu mandiri, dan dia pun menyadari hal itu. Sepertinya, justru karena itu maka dia menjadi tokoh yang patut untuk diceritakan. Dia tidak mengasihani diri sendiri. Dia tidak merasa perlu menjadi lemah karena penyakitnya. Dia selalu berusaha melakukan sesuatu untuk membuat keadaan menjadi lebih baik. Dia tidak hanya membuat rencana, tapi dia nekad melakukannya. Dia berusaha keras untuk mewujudkan rencana-rencana yang masih bisa dia lakukan sebelum kematiannya, meskipun sebetulnya rencana utamanya sangat tidak masuk akal dan tidak perlu untuk dilakukannya.

Penuh humor. Meskipun topiknya suram, yaitu, penyakit dan kematian, tetapi cara Daisy menceritakan keadaannya ringan dan penuh humor, sehingga novel ini tidak terasa terlalu terpuruk dalam kepedihan, meskipun kepedihan tak bisa dihindari.

Menyentuh. Bagaimana perasaanmu ketika sahabat dekat, atau istri, atau anak divonis mati dan kamu tak bisa melakukan apa-apa untuk mencegah agar hal itu tidak terjadi? Pertanyaan ini menyentuh hati saya begitu dalam. Sebab menghadapi kematian memang bukan hanya persoalan mereka yang akan pergi saja tetapi persoalan mereka yang ditinggalkan juga. Walaupun pada akhirnya, kita semua punya takdir yang sama, kita pasti mati, cepat atau lambat, dengan berbagai macam cara. Hanya saja, ketika kita tidak tahu kapan kita akan mati, kematian tidak terasa nyata. Padahal kematian adalah hal yang sangat nyata dan pasti terjadi. Kenyataannya, kita sebenarnya tidak punya kekuatan apapun untuk mencegahnya. Setiap hari kita hidup dalam ilusi bahwa kematian masih jauh dan tak perlu dipedulikan. Padahal...."Bisa saja saat berjalan keluar dari ruangan ini, tiba-tiba saja saya ditabrak bis dan meninggal." Kira-kira begitulah perumpamaan yang dinyatakan Patrick, seorang terapis pernafasan kepada Daisy saat dia menasihati Daisy untuk berani melepaskan kendali atas hidupnya.

Mengalir. Iya novel ini mengalir lancar dari awal hingga akhir. Saya berada di dalam kepala Daisy dari bulan Februari hingga bulan Mei, melihat apa yang dilihatnya, merasakan apa yang dirasakannya. Sekaligus menangkap perasaan-perasaan orang-orang di sekelilingnya, Jack, Kayleigh dan ibunya. Daisy mengakhiri catatan tentang dirinya di bab akhir bulan Mei. Jack melanjutkan kisahnya, setahun kemudian di bulan Mei, setahun setelah kepergian Daisy dari kehidupan mereka.

Hidup harus berjalan terus. Mungkin kehidupan selanjutnya tidak seperti yang ingin diatur oleh Daisy, tetapi hidup harus terus berjalan dan akan terus berjalan. Mereka yang ditinggalkan akan menemukan cara untuk terus hidup dan memenuhi tujuan-tujuan mereka masing-masing dengan cara mereka masing-masing dan Daisy yang sudah pergi tetap hadir dalam kenangan yang dengan penuh kasih menghubungkan mereka. Ini harapan yang dititipkan penulis novel ini di akhir cerita. Apakah dalam suatu masa yang akan datang Jack dan Kayleigh akan menjadi pasangan? Sepertinya kita bisa membuat cerita sendiri.