Karena masa depan itu sungguh nyata ...dan harapanmu tidak akan hilang!
Showing posts with label Chit-chat. Show all posts
Showing posts with label Chit-chat. Show all posts

Friday, March 18, 2016

Perselingkuhan Hati, Salah Siapa? Apa Alasannya? Yang Mana Alasanmu?

Aih berat sangat ya kalau sudah mulai ngomongin soal hati, wkwkw, kalo sambel goreng ati rempela mah enak. *Iya, gue nyadar, becandaan gue garing, kriuk!* Eniweis, yang namanya hati, nggak bisa diatur-atur, itu semua orang juga tahu. Hati adalah organ tubuh yang paling jujur dan paling kena masalah ketika kita mengalami naik dan turun lonjakan emosi. Kamu tahu istilah heartbroken, alias patah hati, padahal yang dimaksud adalah gagal jantung. Nah, itu beneran lho, bener-bener terjadi. 

Ketika kamu mengalami patah hati, dan jantung kamu rasanya sakit luar biasa, seakan-akan ada kekuatan nggak manusiawi yang tega betul memecah dadamu lalu merogohkan tangannya ke dalam rongga itu untuk mencabut paksa jantungmu yang masih berdetak, saat itu, kamu memang sedang mengalami krisis. Sakit secara jiwa dan sakit secara raga, sedang terjadi. Kepedihan yang luar biasa, bisa membinasakan. Saat emosimu diaduk-aduk, hormon-hormon pemicu stres serempak bangun dan bergolak, mereka datang bertubi-tubi menggedor-gedor jantungmu. Saya nggak cuma jualan kecap aja seperti profesor naik-naik whatever eh maksudnya seperti mereka yang sukanya debat agama saya tahu apa yang saya bicarakan (cieh, cieh, siriyus lo si tante G), been there. 

Kalau bisa sih, ogah mengalami hal itu. Bisa? Bisa dong, mati aja sono, nggak bakal ngalamin hal-hal yang memang dialami oleh semua manusia yang hidup sekian lama tanpa terkecuali. Tentu tidak, saya kan sudah minum combantrin semua orang pernah mengalami patah hati akibat kekecewaan, apapun bentuknya. Yang paling lazim sih putus cintrong, itu nggak selesai-selesai ditulis dalam cerpen, novel maupun film. 

Gimana reaksi kebanyakan orang saat mengalaminya? Ada yang berlarut-larut berenang-renang di kolam airmatanya dan ada yang nggak membiarkan dirinya terlalu lama dikerjain sama situasi di luar kendalinya. Kamu termasuk yang mana? Jangan dijawab dulu, tahan dulu, kita akan kembali setelah break yang satu ini. *Krompyang!*

Mari kita lanjutkan. *Seruput jamu jeniper campur kunyit dulu, slulurp..hm, mau? Bikin sendiri aja, cuma jeruk nipis diperes, dicampur sama air larutan kunyit bubuk. Beres.*

Setelah semua masa-masa patah hati itu berlalu, dan kejadian-kejadian kemudian berjalan sesuai takdirnya masing-masing, kadang-kadang, apa yang kita kira sudah berlalu, ternyata nggak begitu juga kenyataannya. Kenyataannya, CLBK sering terjadi. Tau dong CLBK, cinta lama bersemi kembali, atau ada juga yang cinta lama nggak pernah mati, dia cuma pingsan sejenak atau sedang koma, dan sekarang bangkit lagi. Nggak masalah dong, kalau dua-duanya sama-sama nggak sedang terikat komitmen dengan orang lain. Yang jadi masalah, saat salah satu atau salah dua masih terikat dengan komitmen dengan pasangan masing-masing. Naitu...ba-ha-ya, cyiiin! Walau kedua belah pihak sama-sama bilang, "Biar cuma kita berdua saja yang tahu..." Tapi ya itu dia dong deh, kuncinya terletak pada kata 'kita', kata kolektif itu, yang tanpa sadar diucapkan oleh dua orang yang merasakan sebuah rasa istimewa karena apa yang mengikat mereka memang istimewa. Apalagi kalau ikatan mereka pada saat harus putus, sedang mesra-mesranya dan oleh sebuah kejadian tertentu mau nggak mau terpaksa harus putus. Dua-duanya sama-sama enggan berpisah, tapi kenyataan berkata lain.

Hmm.. Iya sih, di skenario itu pun terasa kelemahannya ya? Kalau memang cinta ya berjuang dong untuk mempertahankan cinta itu. Kalau nggak, jangan ngoceh soal cinta deh. Hidup itu perjuangan, darah itu merah jendral! Cetaaarrr!! Tapi, (hedeh kebanyakan tapi wkwkwk) percaya nggak percaya, cinta memang bukan segala-galanya ketika dihadapkan pada sebuah pilihan. Rasa sayang kepada orangtua, rasa bertanggungjawab karena ada bayi yang sedang tumbuh di dalam kandungan, dan berbagai macam alasan yang sebenarnya sangat terhormat, bisa mengalahkan cinta yang masih tumbuh di hati. Mengorbankan perasaan sendiri dan perasaan orang yang justru sangat dikasihi demi orang-orang lain yang sepertinya jauh lebih membutuhkan pada saat itu.

Mungkin, karena masa depan seperti apa yang menjulang di depan sana tak dapat diprediksi, sehingga jalan yang dipilih saat itu, justru jalan yang terasa paling aman. Dengan dukungan keluarga, cinta akan tumbuh dengan sendirinya. Anak akan menjadi perekat dalam pernikahan. Alasan-alasan ini terasa benar dan nyaman pada saat itu. Mungkin ada rasa ragu atau perasaan bersalah, tetapi ada kewajiban yang lebih besar yang harus dipenuhi, memastikan masa depan yang akan dijalani lebih stabil dibandingkan dengan resiko yang ditinggalkan di belakang. Sayangnya Celakanya, setelah tahun-tahun berlalu, tekanan yang ada pada saat itu, yang seakan-akan mendesak antara hidup dan mati, tidak lagi ada. Kelebayan telah berlalu, krisis berakhir sudah. Hari-hari berjalan normal, mungkin cenderung datar dan membosankan, masa depan tetap saja masih rahasia. Tiba-tiba saja, nggak sengaja melihat bayangannya di supermarket, atau eh tau-tau jadi pantia bareng di kelompok alumni. Kegelisahan dan kerinduan tentang dan terhadap seseorang yang tidak hilang juga itu, seakan terjawab. Ini macam dejavu atau malah kesempatan kedua. Setiap melihat pasangan, jadi berpikir, malah berpikir, seandainya yang dinikahi adalah si dia dan bukan pasangan saat ini, bagaimana rasanya?

Ayooo...bagaimana rasanya? Dan mulailah jalan-jalan setapak itu dirintis kembali. Ditelusuri dan dipertanyakan. Apakah keputusan saat itu sudah yang terbaik? Bila sudah, apakah sudah tepat untuk jangka panjang? Apakah mungkin mengambil keputusan yang berbeda bila bisa mengulang kembali? Jawabannya tentu hanya kamu, ya, ya, ya, kamuuuuuh mas, mbak, oom, tante...yang tahu...

Yang jelas, perselingkuhan hati itu terjadi dimana-mana. Nggak semua orang beruntung terkena kutukan kotak pandora cinta ini. Tapi buat kamu yang mengalaminya, harus kamu akui kan, perasaan itu keparat sekali!

Sekian!

Monday, March 14, 2016

Banjir, Banjir, Siapa Yang (Masih) Punya?

Hellooow, ada yang bisa jawab nggak pertanyaan di judul entri ini? Enggaaaak! Nggak apa-apa sebab ini juga entrinya mau nyindir abis, nyinyirin ngebahas silaturahmi banjir di propinsi tetangga yang kemarin salah satu walkot terbaiknya dipaksa-paksa suruh datengin banjir lagi ke Jakarta mau dicalonkan untuk DKI1 rebutan sama si koko kita yang sekarang masih sibuk ngumpulin KTP, ngomong-ngomong, udah pada ngumpulin blom? Buruan ikut nyetor ke Teman Ahok, kita sedang bikin sejarah baru nih, gubernur yang terpilih karena maju secara independen, people power, gaes!

Posko Teman Ahok BUKAN CUMA DI MALL, tapi jg ada di 150 kelurahan di Jakarta. Silakan cek www.temanahok.com/posko. Kita mau Ahok jadi Gubernur lagi, ini saatnya kita bergerak dan buktikan bahwa kekuatan warga DKI memang ada!



Lanjooot!

Soal banjir, dulu, dulu itu beberapa tahun yang lalu, Jakarta selalu langganan banjir. Se-la-lu! Bahkan sampai ada meme-meme keparat banget yang beredar soal samudera Jakarta, wakakakaka... Kalau mau berenang-renang gratis di jalan protokol juga bisa. Rumah-rumah di kompleks perumahan mewah sekalipun kena jatah kebanjiran sampai hampir cuma tersisa atapnya saja. Perahu karet? Kami serumahan nyaris beli satu buat siap-siap siapa tau Jakarta tenggelam. Atau yah...bisa disewakan saat bencana tiba (yooloooh teganya dikau, nte!), aji mumpung, memanfaatkan bencana secara maksimal. Sayangnya Untungnya niat busuk itu nggak pernah terlaksana, selain karena perahu karet ternyata mahal, juga karena sebelum uang kekumpul, banjir udah ga berani datang lagi. Tau kenapa? Sebab gubernur Jakartanya udah kasar sekarang, enggak santun, nggak asyik lah pokoknya buat dikunjungi. Banjir memutuskan tali silaturahminya. Ihiks....

Tapi etapi, kemana dong mereka harus pergi kalau begini caranya? Ya nyari yang gubernurnya welas asih, santun dan barokah. Demikian akhirnya mereka memutuskan untuk memelihara silaturahmi dengan propinsi tetangga. Dan kita orang-orang Jakarta, terutama dua ponakan saya yang sekolahnya dulu langganan banjir dan langganan kena libur karena banjir, hanya mampu menatap dengan mata nanar saat melihat berita banjir menyerbu propinsi tetangga, tak ada lagi jatah liburan banjir untuk mereka beberapa tahun belakangan ini. Malang sekali nasibmu, naaak, naaak! 
















Mengapa banjir masih juga betah di propinsi tetangga, sebab bupatinya bilang rakyat sudah terbiasa dibanjirin sama air, kalo dibanjirin sama emas, baru luaaarrr biasa. Gitu ya pak? Jadi ya, terima, terima ajalah. Ini kan sudah suratan takdir dapat bupati yang begitu. Nanti juga itu air surut sendiri kok, nggak usah diapa-apain, diemin ajaaa! Itu contoh betapa santunnya pejabat-pejabat di sana menyikapi banjir. Mereka ramah dan baik hatinya, makanya barokah banjirnya juga tetap besar-besaran. Tradisi yang nggak boleh diubah, nggak sopan soalnya kalau diubah. 

Apalagi banjirnya ini adil, mau orang kecil atau orang besar, sama-sama kebagian dapat jatah air sungai citarum. Sama deh kayak orang Jakarta jaman-jaman gubernurnya santun-santun dulu itu, mau kokai, mau nggak kokai, mau punya ktp dki atau pendatang bawaan abis mudik, semua kebagian air kiriman dari Bogor. Jadi ya, cuma di saat-saat seperti itu kita bisa merasakan indomie selerakuuu secara massal.

Yah, semoga aja si banjir tahu diri, kalau bertamu jangan lama-lama, jangan keterlaluan nyusahin tuan rumah.