Monday, January 17, 2022

Tentang Ketekunan

Bokap suka bilang, setia melakukan perkara-perkara kecil supaya dipercaya untuk melakukan hal-hal yang lebih besar, dan untuk itu diperlukan ketekunan. 

Tadinya gw pikir,  gw bukan orang yang tekun, fokus dan konsentrasi mudah berubah-ubah, apalagi soal keinginan, jangan ditanya, pagi tahu, siang opor ayam, malamnya sate babi, pokoknya berantakan deh... Dan selama sekian tahun kehidupan gw yang setengah abad +2 tahun ini, baru sejak tiga tahun belakangan ini gw memahami mengapa dulu bokap sering bilang, pinter, IQ tinggi bahkan bakat itu nggak terlalu penting, yang penting itu tekun, harus mau kerja keras. Percuma punya potensi besar kalau tidak digali dan diusahakan, selama-lamanya dia akan jadi seperti talenta yang disembunyikan di bawah bantal, nggak menghasilkan apa-apa.

Iya sih, mirip kayak lo punya tanah besar dan subur dan berada di lokasi terbaik, tapi kalau lo nggak tau tanah itu mau diapain, ya dia ga akan menghasilkan apa-apa. Atau dia mungkin akan menghasilkan sesuatu tetapi tidak semaksimal jika benar-benar diurus dan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. 

Terus terang saja, saya sudah agak lupa, untuk apa dulu saya menulis draft ini. Draft ini sudah tersimpan lama banget, sejak umur 52, sampai sekarang ini, tinggal hitungan hari aja, saya bakal merayakan ulang tahun yang ke 53. Tapi kayaknya sih ini ada hubungan sama hobi yang selama 4 tahun ini saya tekuni: menggambar dan melukis dengan cat air dan gouache.

Kalau saja dari dulu saya menyadari potensi saya di bidang menggambar ternyata enggak jelek-jelek amat, saya pasti dengan percaya diri mengambil jurusan arsitektur, atau mungkin malah ke fashion design, karena saya nggak suka matematika dan fisika, yang dua-duanya penting buat jurusan arsitektur, tapi payahnya sense of fashion saya juga ga yang terlalu artistik, malah cenderung masa bodo dan lebih suka yang simple-simple. 

Mungkin lebih pas kalo saya ambil jurusan interior design kali ya? Kan, bingung, kan? Eimberrr..

Ini apa sih, bahkan dalam berandai-andai pun masih galau begini 🤭 Ya gitu lah, apa yang bekerja di dalam kepala saya tuh prosesnya semacam itu. I created too many options, many possibilities and got tangled in it. Jadi saya tuh tipe yang justru kebingungan jika diberikan kebebasan tanpa batasan, karena saya punya kecenderungan untuk lebih excited memikirkan begitu banyak variasi kemungkinan yang bisa saya lakukan, lalu bingung, mana duluan yang mau dibikin? 🙄

Buat kalian yang dengan mudahnya bisa fokus melakukan satu hal dan tidak gampang gelisah lalu ingin melakukan hal lain,  kalian sungguh beruntung. Sebab saya nggak begitu. Saya harus menguras tenaga untuk fokus hanya mengerjakan satu hal saja sampai tuntas baru kemudian mengerjakan hal yang berikutnya. Karena dalam kepala saya,  saya pikir saya mampu sekaligus mengerjakan tiga,  empat,  lima,  bahkan mungkin ribuan hal sekaligus dalam satu waktu. Saya pikir saya semacam tuhan,  padahal cuma debunya ampas rengginang. Sad, but true.  

And that kind of truth doesn't hurt,  it is actually the very thing that sets you free. Menyadari bahwa saya belagak jadi tuhan jika pola pikir saya terlalu gazilliontasking, membuat saya mengembangkan rem darurat yang harus segera saya tarik,  begitu arah dan tujuan pikiran saya mulai berantakan dan gatel2 mau lari kesana dan kemari. 

Saya memerlukan batasan2, atau simplenya disiplin diri yang kuat,  yang ga bisa terjadi dalam waktu semalam aja. Ga mungkin juga terjadi kalau saya nggak sadar akar masalah saya apa. Kesadaran ini, adalah langkah pertama bagi saya untuk memahami diri saya, keterbatasan saya, dan menjawab banyak pertanyaan membingungkan kenapa kok saya kerap ga tuntas. Bukan karena bosan. 

Saya bukan orang yang mudah bosan,  jatuh cinta aja sama org yg itu2 lagi ga kelar2 #ehgimana? 😝, abaikan. Saya ga mudah bosan,  saya hanya orang yang ingin semua hal sekaligus. Ibaratnya punya saku baju cuma satu tapi kepingin semua bisa masuk ke situ,  ya kali itu kantong ajaibnya Doraemon haha... Ya kagak terjadilah. Akibatnya,  keteteran. Sebab waktu kan cuma segitu2 aja setiap hari,  dan badan mana mampu disuruh berfungsi tanpa istirahat, belum lagi soal kapasitas otak 😇 yang terbatas ini. 

Demikianlah akhirnya saya menyadari makna setia pada perkara-perkara kecil itu,  jauh lebih dalam. Perkara-perkara kecil, kadang-kadang keliatannya sepele, karena itu kita ingin mengabaikan aja lalu lompat ke perkara-perkara yang nampak jauh lebih penting,  padahal belum tentu kita sudah siap. Atau,  ternyata, God is in the detail, justru perkara-perkara kecil itu yang membentuk perkara-perkara yang lebih besar,  jadi dia ga bisa dianggap remeh, apalagi dilewatkan begitu saja. 

Dalam melakukan perkara-perkara kecil ini pun jangan selalu disambi, sebab dia bakalan jadi numpuk kalau sampingannya kebanyakan. Mustinya cuma ngerjain satu aja beres, tapi malah menyibukkan diri dengan empat sekaligus dan malah jadinya nggak ada yang beres. Sebab saya termasuk orang yang perfeksionis, lebih suka ngulang dari awal daripada ngasih yang menurut standar saya ga memadai, atau lebih baik batal sama sekali drpd ngasih hasil yang ga optimal. Fatal, sebab, bagaimana mau optimal kalau fokusnya terbagi2?

Ada orang2 tertentu yang punya prinsip, yang penting jadi. Dia bisa kerja cepat, meskipun agak asal2an. Ada orang2 yang kerjanya lambat, tapi hasilnya memang bagus. Ada lagi yang kerjanya cepat, fokus dan hasilnya maksimal. Saya bukan ketiganya. Saya berantakan, ga mau hasil asal2an, mau semua selesai dalam waktu bersamaan. Saya bahkan ga paham, sebetulnya saya sedang mau membuktikan apa sih dengan menyusahkan diri sendiri seperti itu? 🤭🤭🤭 Oh ada yang sama? Welcome to the clubbb!!! Mari kita berpelukaaannn!

Makanya, teman2, saya akhirnya bertobat. Dan belajar menerima kenyataan bahwa saya memiliki dorongan2 yang harus saya sadari dan saya kendalikan. Karena, jika tidak saya sadari lalu segera kendalikan, yang terjadi adalah, tidak ada apapun yang selesai saya kerjakan karena keinginan yang terlalu banyak dan muluk-muluk itu.

Yang membuat saya menyadari apa sih masalah saya, adalah umur, haha..iya faktor umur itu membuat kita belajar mengenal diri kita dan pola-pola yang terjadi karena apa yang kita lakukan atau tidak lakukan. Akibat-akibatnya itu yang membuat saya melakukan refleksi dan kemudian sampai pada kesimpulan-kesimpulan, kemudian berusaha menemukan pola yang tepat sehingga ga terus-menerus jatuh ke pola yang salah.

Karena saya tipe yang lebih suka ngulang daripada ngasal, maka saya harus melakukan perencanaan, ga bisa bablas gitu aja, pdhl saya juga tipe yang impulsif, makanya kan jadi serba kontradiktif saat nggak paham sama diri sendiri. Jadi, saya harus menuangkan rencana2 saya sampai tumpah semua dan saya tahu mana yang plausible, mana yang ga ada hubungannya jadi gausah repot2 dipikirkan apalagi dikerjakan. 

Setelah puas, menumpahkan semua unek-unek secara spontan dan impulsif itu, lalu ambil yang plausible-nya, kemudian dipikirin lagi variasinya, dan dari sekian varian itu, mana yang paling saya sukai.

Setelah menemukan beberapa yang saya sukai, beri batasan, maksimal tiga, untuk coba dikerjakan dan yakinkan diri sendiri bahwa hanya perlu satu yang terbaik, tidak perlu tiga2nya. Hitung waktu yang diperlukan, pilih yang paling matang konsepnya untuk dikerjakan dalam batas waktu tersebut.

Nah, ini biasanya ampuh. Karena saya udah ngasih tempat untuk sisi impulsif saya sepuas-puasnya bergerak pada bagian ide-ide awal. Keluarkan semua isi lacinya, tumpah ruah, sampai dia capek sendiri dan tahu udah ga ada lagi yang tersimpan di laci. Lalu saat itu giliran bagian sortir memilah-milah, karena saya tipe yang untuk cuci piring pun ga bisa langsung cuci saat berantakan di dalam bak cuci, saya harus pilah piring2, gelas, garpu-sendok, buang sampah2 sisa makanan yang masih ada, baru kemudian saya bisa mulai mencucinya, nah seperti itu juga proses kerja pikiran saya.

Setelah semua kelar, sudah dikategorikan mana yang mana, kelompok-kelompoknya jelas. Saya jadi lebih tau, mana yang memang harus diabaikan saja, mana yang potensial dan mana yang jadi juaranya. Di sini agak sulit ya, karena saya rakus, maunya semua juaraaaa! Tapi, nggak bisa begitu Marimar 😇🤭 Kamu harus memilih. Di sinilah rem itu penting banget. Karena seringkali saya pikir, kenapa ga bikin tiga2 ide itu aja sekaligus, mereka bagus2 semua dan KAYAKNYA GW BISA eksekusi ketiganya sekaligus. Nope, jangan percaya. Godaan untuk membagi fokus menjadi mirip setipis keripik singkong asin pedas kesukaan saya itu, adalah jebakan betmen paling berbahaya untuk orang-orang dengan kepribadian macam saya yang mengira dirinya jauh lebih mampu daripada kemampuan sebenernya 🤣 Jadi, tegalah untuk mengatakan, TIDAK, kita sama2 tau, kita ga akan mampu. Pilih satu, masukkan yang lain ke dalam laci, ga ada yang terbuang kok, mungkin akan diperlukan untuk proyek yang lain.

Nah, dengan begini, saya memberikan kesempatan untuk keinginan saya yang mau melakukan sesuatu sebaik2nya itu untuk mulai berkarya. Dan mengetahui bahwa saya sudah melakukannya dengan segenap kemampuan saya, biasanya membuat saya bisa berdamai dengan apa yang saya hasilkan. Di situlah saya sadar bahwa papa benar, tekun itu penting, karena saya bukan orang yang punya bakat besar, saya ga jenius, tapi ketika saya berhasil menyingkirkan sampah-sampah yang ga perlu, lalu mulai fokus mengerjakan hanya yang perlu, ternyata hasilnya lebih baik daripada sebelumnya. Iya, ini bicara tentang gambar-menggambar memang.

Bagi orang lain, mungkin tinggal duduk manis dan gambar, apa susahnya. Emang. Tapi bagi orang semodel saya, ternyata yang begitu aja nggak gampang2 amat haha.. Dan saya berdamai dengan diri sendiri, melakukan proses panjang itu hingga suatu saat nanti ia akan jadi kebiasaan yang ga terasa lagi saat dilakukan. Tapi saya ingin tetap memelihara kesadaran, kenapa saya harus melakukan hal itu.

0 comments:

Post a Comment

Dear Readers, di blog ini, semua komentar yang masuk dimoderasi dulu. Jadi, jangan kaget kalau komentarmu 'menghilang', nggak langsung nongol, sebab musti saya baca dulu, renungkan dulu (cieeeh), baru deh boleh nongol di blog. Terima kasih sudah menyempatkan untuk berkomentar. :)