Cerpen Revolusi Tubuh: Labirin Simpang Dua

Aku dan Labirin

Nama hanya akan membuat sesuatu lebih berat. Aku tidak memberinya nama. Aku membiarkannya tetap kosong, seperti pintu tanpa kunci. Orang-orang di tempat ini memanggilnya labirin, tempat segalanya berjalan tapi tak pernah selesai.

Di sepanjang labirin itu, aku membiarkan tubuhku berbicara, membiarkan nafas mereka—Pras dan Rizal—mengukir dosa-dosa di kulitku. Labirin ini tidak diam. Ia lapar. Ia haus. Dan aku adalah isinya, yang memuaskan sekaligus ditelan olehnya.

Tetangga dan Sampah

Sampah tetangga. Udh lama ga ngomel akhirnya harus ngomel juga deh 😑


Sejak awal tahun, tetangga sebelah mulai naruh tempat sampah mereka di depan bak sampah rumah gw, krn emg bak itu kosong. Dan Leia yang paling teritorial, dia suka marah dan kesal, which is the right response sih sbnrnya.


Awalnya kita sesekali pindahin balik k area mereka. Eh, balik lagi ditaruh di depan bak sampah kami, plus dedaunan2 pohon mrk ditaruh di bak sampah kosong. Jadi dobel mereka, dapet bak sampah utk daun2 kering mereka dan tempat sampah portablenya ditaruh di depan bak sampah tsb. 🤭 

Limapuluh Enam, 56!

When you reach 56, you feel grateful. Bayangin, generasi gw udah mendiami bumi selama 56 tahun. Mengalami masa-masa sebelum ada internet dan sesudah ada internet. Percayalah, generasi transisi adalah generasi yang paling beruntung. Dan mungkin juga generasi yang paling banyak nyeselnya, haha... 

About Me

My photo
Blogger, fiction enthusiast, enjoying sketching and watercoloring, trying to live a mindful and simple life passionately, sometimes a contradiction, always personal.

Blog Archive