Ave Maryam: Romo Genit dan Suster Kalem yang Dihanyutkannya


Mungkin postingan yang ini bakalan jadi unpopular opinion, tapi yah karena tagline blog ini adalah spicy dan opinionated serta sometimes a contradition, jadi let it be deh.

Kayak yang udah bisa dibaca dari judulnya, itu adalah kesimpulan gw setelah mengendapkan film ini selama dua hari. Jadi Ave Maryam ini memang udah gw masukkan ke dalam list bakal ditonton, tapi masih maju-mundur karena kuatir nanti bakal merusak mood nonton gw kalo ternyata nggak sesuai sama ekspektasi (kali ini ekspektasi gw sih tinggi ya), dan ternyata bener kan... Ini film bikin murka ih. 

Kenapa bikin murka? Ya karena dipuja-puji setinggi langit dan ternyata filmnya enggak banget! Gw tuh udah berpikir bakalan disuguhi cerita yang daleeemmm dan complicated, ternyata malah ceritanya adalah sekumpulan orang yang hidup dalam dunia sunyi, dan gagap, mereka nggak bisa bicara normal satu sama lain, kecuali sama Dinda, anak kecil penjual susu yang berjilbab (di tahun 1980an?!?). Begitu mereka buka suara malah mereka ngobrolnya dengan kode-kode tertentu.

Contoh, si romo Yosef waktu mau ngajak suster Maryam jalan malam-malam bilang gini, "Aku mau mengajak kamu mencari hujan di tengah kemarau." Dia pikir itu keren? Udah bener suster Maryam nolak dan bilang, No thanks mah bro, udah kemaleman buat kitorang maen ujannn!!! 

Lalu jutek-juteknya suster Monik ke suster Maryam yang nggak jelas karena apaan? Apakah dia cemburu sama suster Maryam gitu? Tapi kan Maryam dan Yosef pada saat itu belum ada apa-apa. 

Yang paling bikin ketawa adalah bagian dimana saat suster Monik datang ke biara Ambarawa (ini nama biaranya, dan terletak di tengah kota Semarang, dengan setting waktu tahun 1980), lalu dia diantar ke kamarnya yang seperti sebuah bangsal besar dengan beberapa tempat tidur kuno berkelambu. Ruangan kamar itu suasananya remang-remang, dengan kursi roda yang didorong pelan-pelan dan semua serba sunyi, kesannya kayak sedang nonton film horor. Suwer... gw nyaris berharap suster Monik berubah jadi Valak, biar cocok sama settingannya. Sayangnya, tidak.

Ada juga adegan sebelum adegan tersebut, ketika suster Mila (Olga Lydia) bertanya kepada romo Yosef, apakah dia berasal dari Semarang, lalu romo Martin (Joko Anwar) malahan menjawab, "Sudah malam, besok misa, kita ngobrol-ngobrol lagi." Kesannya sok misterius githu kan, trus suster Mila menutup pintu kuno juga dengan gaya seperti di film-film thriller atau horor gitu lah, yang kurang cuma adegan dimana tiba-tiba suster Mila melihat kearah kamera, di close up dan dia menyeringai.

Yang bagi gw juga lucu nih, adalah waktu suster Maryam bertanya ke romo Martin, tentu saja salah satunya dengan maksud untuk mencari tahu hubungan antara suster Monik (Tuti Kirana) dengan romo Yosef (Chicco Jerikho). Pertanyaan Maryam adalah, "Tapi kenapa dia selalu diam ya Romo?" Gw pengen bilang: Lah kelen semua emang kayak bisuuu semua, gimana orang mau ngobrol kalo ga diajak bicara? Dan jawaban romo Martin adalah, "Mungkin dia berusaha untuk kembali bisa mendengarkan suara hatinya. Kalo menurut saya." Sus! Lagi-lagi sebuah kode yang harus kita pecahkan bersamaaa!

Oh jangan dilupakan adegan dansa-dansi dimana romo Yosef kayak kerasukan itu. Why oh why harus terlalu over-akting gitu sih si Chicco itu, atau memang diarahkan sama sutradara bahwa dia kudu loncat-loncat kayak orang hyper gitu kah? Daaan yang enggak banget adalah, RAMBUT, ya, rambutnya romo Yosef yang gondrong dan selalu nutupin mukanya itu. Gw bener-bener sangat terganggu dengan rambut itu. Apalagi di saat dansa-dansa dengan para suster yang sudah sepuh, Plis lah, dikepang kek itu rambut. 

Nah, omelan-omelan di atas adalah dosa-dosa kecil film itu. Dosa terbesarnya adalah jalan ceritanya itu sendiri. Jadi nih, gw bisa menerima kalau biarawan atau biarawati jatuh cinta, yeh, bahkan ada kok pemuka agama yang melakukan pemerkosaan, pembunuhan, pelecehan, dan kejahatan-kejahatan besar lainnya, jatuh cinta sih kecil nilainya dibandingkan dengan kejahatan yang sesungguhnya. Tapi, dimana-mana, terutama dalam sebuah cerita fiksi (meskipun ini berdasarkan kisah nyata, katanya), harus ada alasan yang kuat atau bisa dipercaya oleh pembaca atau penonton, megapa hal itu bisa terjadi. Ketika alasannya nggak cukup kuat, maka bangunan cerita itu ya ambyar. Bahkan ketika dibungkus dengan frame gambar yang cakep-cakep, tetep aja isi cerita yang kosong, ga bisa bikin film itu jadi berisi.

[Berenti dulu di sini, nanti gw sambung lagi]

Mari kita lanjutkan omelan itu. Jadi gini loh sinopsis film ini: Suster Maryam jatuh cinta dengan Romo Yosef karena Romo Yosef pandai bermain musik dan berdansa. Romo Yosef juga jatuh cinta kepada suster Maryam, karena? Ya karena dia adalah Maudy Kusnaedi yang jangkung, kalem dan cantik itu. Selain itu agak-agak sulit juga gw mencari alasan yang masuk akal kenapa mereka bisa saling jatuh cinta. Filmnya sendiri nggak memberikan alasan soalnya, jadi ya kita kudu nebak-nebak sendiri. 

Kenapa di judul itu saya sebutkan romo genit? Ya karena memang dia genit. Dia yang mengejar-ngejar suster Maryam, dan sama sekali tidak menyembunyikan intensinya. Bayangin aja, dia menitipkan sepucuk surat tanpa amplop, kepada seorang suster sepuh, untuk diserahkan kepada suster Maryam. Apakah dia pikir suster-suster tua di situ pada buta huruf? Sama sekali tidak ada niat baik si romo itu untuk menjaga reputasi Maryam. 

Suster Maryam dalam Ave Maryam ini sebenarnya adalah korban. Korban dari kegenitan romo Yosef dan mungkin juga dia kesepian dan membutuhkan belaian? Karena apa? Ya karena dia bukan suster beneran. Dia nggak pernah diperlihatkan berdoa sewaktu mau tidur dan tidak juga diperlihatkan berdoa ketika bangun tidur, sebuah ritual kecil yang selalu ada kalau kita nonton film-film bertema katolik. Hubungannya sang suster dengan Yesus Kristus sepertinya memang nggak diperlihatkan sebagai bagian penting dalam kesehariannya. Nggak heran juga bahwa biara itu malah lebih mirip panti jompo biasa dan tidak ada sukacitanya sama sekali.

Hal paling fatal menurut gw adalah ajakan untuk tidak menghakimi, dengan kalimat: Jika surgaku saja belum tentu kudapatkan, untuk apa aku mengurusi nerakamu. Itu hal yang sangat ga kristen sih. Sebab di kristen kita semua harus percaya kita ini anggota kerajaan surga karena penebusan oleh Yesus Kristus. Itu sebabnya, filosofinya suster Monik itu, off banget, huhu...

Eniwei, ketika sepulang dari pantai yang konon terjadi sesuatu yang tidak kita ketahui apa tetapi terjadi itu, lalu keduanya galau-galau ga jelas di sepanjang jalan pulang, gw malah jadi berpikiran nakal. Ini sebenernya mereka berdua sama-sama kecewa karena romo yang ga bisa perform kah? Karena ada adegan dimana si romo ini yang mendadak keluar duluan dari dalam mobil lalu nyender di tembok (dekat biara) kayak malu karena sesuatu hal. Kemudian suster Maryam keluar dari mobil dengan galau dan berjalan kaki di tengah hujan deras pulang ke biara, dibiarin gitu aja sama si romo. Gw kayak, heh, apa-apaan lah ini, kaaak! Kalian habis ngapain?

Kita semua bisa menebak bahwa akhirnya suster Maryam pasti nggak jadian sama romo Yosef, tapi alasannya apa, nggak jelas juga. Pokoknya mendadak suster Maryam sadar bahwa dia sudah berbuat dosa dan dia bertobat, setelah dia melakukan dosa itu sampai tuntas tentu saja, meskipun kita cuma samar-samar aja menebak setuntas apakah tuntasnya itu. Hahaha... udah ah. Pokoknya ini film cantik yang ambyar, kagak jelas.


edit

2 comments:

  1. Lo nonton streaming aja jd murka, kebayang gak gue bela2in pulang kantor (wkt itu blm copid), ke bioskop, nonton sendirian. Kelar film, be lyke... WHAT? GINI DOANG? Yg jd daya tarik gue ya cuma penampakan SPIEGEL dan warna warni kota Semarang di film ini. Udah. Pdhal gw mengira bakal liat pergulatan batin, krn Maryam ini kan ceritanya bukan dr keluarga Katolik. Awalnya dia masuk biara buat bantu2 suster2 yg sdh sepuh, akhirnya jadi belajar.
    Ini salah satu alasan malas ntn film2 Indonesia yg cerita romance. Gue mendingan ntn film horor lah. Udah jelas ceritanya, setan penasaran, setan dendam, setan kelamaan ngontrak di satu rumah and so on (jd OOT).

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha... ya gimana kagak kesel, meskipun nonton streaming tetep aja kan itu menghabiskan waktu. Selain ngabisin waktu juga menghabiskan energi gw yang terpakai untuk ngomel2 kayak sekarang ini, wkwkw... Tadinya gw berpikir, gosah ditulislah, tapi kok kayaknya klo ga gw tulis kejengkelan gw ga bakalan keluar dari sistem.

      Astagaaa... Iya lho, gw berpikirnya ada kejadian tertentu yang bikin Maryam suka sama Yosef, ternyata cuma hasil ngintip2 dia mimpin 'konser' dan si Yosef ini pun jadi demen sama Maryam gegara Maryam ngintipin dia sedang ngelatih padus?!? Nyang bener ajeee...

      Delete

Temans, di blog ini, semua komentar yang masuk dimoderasi dulu. Jadi, jangan kaget kalau komentarmu nggak langsung nongol, sebab musti saya baca dulu, renungkan dulu (cieeeh), baru deh nongol di blog. Terima kasih sudah menyempatkan untuk berkomentar, atau sekedar membaca curhatan-curhatan di sini. Mari kita bikin hidup selalu lebih hidup 💞

About Me

My photo
Blogger, fiction enthusiast, enjoying sketching and watercoloring, trying to live a mindful and simple life passionately, sometimes a contradiction, always personal.

Blog Archive