Saturday, June 15, 2024

Menjadi Bagian dari Penonton Drama Korea 1

Siapa sih yang enggak tau gimana industri hiburan kini dikuasai oleh Korea, dalam hal ini Korea Selatan ya yang ibukotanya di Seoul bukan  Korut yang ibukotanya di Pyongyang. Semua juga tahu, siapa-siapa saja artis paling terkenal mereka, film seri mereka yang selalu jadi pembicaraan, lagu-lagu mereka yang ngeheits dan fans garis keras mereka yang bener-bener militan itu. 

Bagi gw dan nyokap, perlu kena pandemi dulu selama 2 tahun kemudian terjadi empty-nest selama beberapa tahun belakangan ini, membuat kami memutuskan untuk berjuang bersama-sama mengisi jam panjang di rumah yang lebih sepi, dengan menonton drama korea.

Demikianlah sejarah singkat bagaimana, akhirnya, kami terjun (bukan terjerumus ya, karena secara aktif dan sadar kami melakukannya) ke arus utama jaman now, bergabung dengan mereka-mereka yang sudah sejak lama lebih duluan hanyut dalam arus yang deras itu. Ternyata, menyenangkan! Drakor, selain lebih banyak asian value-nya, tentu saja, juga menyadarkan gw bahwa sebenernya film2 kita bisa aja seperti mereka juga. Kisah2 mereka kebanyakan kisah lokal, tapi bisa ngeheits gitu, ya karena kisah2 yang mereka angkat digarap dengan sangat baik.

Sebagai penggemar C-Drama, terutama yang ada sejarah2nya gitu, maka awal menonton film K-Drama pun kami memilih untuk nyari yang sejarah juga. Setelah beberapa kali nonton yang sejarah akhirnya mulai coba2 nonton dramanya yang modern. Syukurlah bahwa dua drama modern yang gw tonton adalah Reply 1988 dan Descendant of The Sun.

Keduanya menghilangkan tembok2 penghalang yang membuat ragu2 mau nonton drakor. Gw pernah sih nonton drakor, Full House, yang entah kenapa kok gw kesel ya, karena menurut gw hubungan mereka itu toxic, lakinya agak2 abusive πŸ˜… Mungkin orang lain punya pendapat atau kenangan berbeda tentang serial itu, tapi itulah kenangan gw, dan belum pernah nonton ulang untuk bisa meninjau kembali, dan bisa mengubah kesan tersebut. Tapi.. males ah, mendingan nonton yang sudah ada sekarang, banyak pulak πŸ˜ŒπŸ™„

Karena kebanyakan drama2 yang gw tonton adalah drama termodern, jadi biasanya episodenya cuma 16-an deh. Sepertinya memang yang paling pas ya segitu. Ceritanya ga molor2, dan ga kepaksa2 untuk dipanjang2in dibandingkan dengan kebanyakan drama tahun2 sebelumnya yang sampe puluhan episodenya... huhuhu... klo itu drama sejarah, okelah, apalagi kalau menceritakan tentang sejarah lintas waktu yang cukup panjang, malah asik nontonnya. Tapi, kalo drama percintaan? Huhuhu... ga karu2an jadinya, mungkin karena saat kehabisan ide yg masuk akal, harus dibikin aja ceritanya jadi ga masuk akal πŸ˜…

Eniwei, apapun resep yang dipakai oleh industri kreatif Korsel, mereka betul2 berhasil mencuri atau lebih tepatnya merampas panggung perfilman dan musik dunia dari penjajahan holiwutnya Amerika Serikat. 

Untuk sementara sampai di sini dulu deh.. Gw jd berpikir, gw harus nonton ulang Desecendant of the Sun dan Reply 1988 dan menceritakannya di sini sebagai bagian dari kisah ini. πŸ˜…

0 comments:

Post a Comment

Dear Readers, di blog ini, semua komentar yang masuk dimoderasi dulu. Jadi, jangan kaget kalau komentarmu 'menghilang', nggak langsung nongol, sebab musti saya baca dulu, renungkan dulu (cieeeh), baru deh boleh nongol di blog. Terima kasih sudah menyempatkan untuk berkomentar. :)