Thursday, October 27, 2016

Tadinya, Saya Memilih Ahok Bukan Karena Sama-sama Kristen, Tapi Sekarang...

Sejak 11 Oktober 2016, saya menutup akun Facebook untuk sementara waktu, sampai Februari 2017, setelah pilkada serempak selesai dilaksanakan. Alasan saya sederhana saja, muak membaca gonjang-ganjing isu agama dibawa ke politik, sebab saya jadi punya banyak alasan untuk menghina agama tertentu yang memang menurut pandangan subyektif saya, sangat patut terhina dan dihina justru karena ulah umatnya sendiri. Nah... intensitas emosi saya yang sudah seperti ini, menurut agama yang saya anut, tidak lagi patut untuk dibiarkan dan diikuti, karena seharusnya sebagai orang Kristen, selain selalu menyatakan kebenaran saya juga harus mampu melaksanakan ajaran Kristus yan satu ini, 'siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu' (Matius 5:39), intinya, menurut rasul Petrus, 'janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, caci maki dengan caci maki' (1Petrus 3:9). Karena saya tahu bahwa saya tidak akan mampu melakukan perintah tersebut kalau saya membiarkan diri saya tetap berada di lingkaran media sosial dan dampaknya bakalan buruk untuk kesehatan mental saya sendiri, maka saya memutuskan untuk menahan diri dan menghindar dari kemungkinan terburuk itu. Saya memutuskan untuk, walk away untuk sementara waktu. Facebook bukan sebuah kewajiban, hahaha...

Ketika waktunya tiba, saya sudah tahu saya akan memilih nomor dua. Tadinya, saya bukan memilih Ahok karena kami sama-sama kristen (baca di sini: Ini Alasan Mengapa Walaupun Saya Kristen, Tapi Tidak Serta-Merta Pilih Ahok). Tapi sekarang, justru karena Ahok cina kristen itulah maka dia mampu menunjukkan kualitasnya yang mumpuni. Justru karena Ahok, Cina dan Kristen, maka dia menjadi Ahok yang luar biasa itu. Kalau dia Cina dan mantan Kristen, bisa-bisa dia berakhir seperti Felix Siauw, ngeri nggak membayangkannya? Justru, karena dia Cina Kristen yang begitu vokal menyuarakan dan melakukan apa yang benar untuk bangsa ini, untuk ibu kota, untuk rakyat sesuai dengan hukum yang berlaku dan membuat pertimbangan2 sesuai ahlak serta ajaran agama yang dianutnya, maka dia jadi berbeda. Dia menjadikan dirinya tolok ukur bagi orang-orang Kristen lainnya bahwa di negara yang luar biasa bebasnya isu SARA dimainkan oleh sebagian populasinya, masih lebih banyak orang-orang yang ternyata waras dan berani mendukungmu, apapun agamamu dan apapun ras asalmu, asal kamu berani menunjukkan kebenaran dan tidak mundur ketika kesempatan diberikan kepadamu untuk melakukan perubahan.

Banyak orang kristen atau non-kristen yang baik, tapi takut-takut ketika kesempatan mereka ada, sehingga ketika seharusnya mereka bersinar, sinar mereka redup karena mereka tak berani tampil sebaik-baiknya, saat tampil sebaik-baiknya itu berarti harus melawan kelompok mayoritas yang korup dan bermoral rendah. Ahok tidak terintimidasi, dia justru dengan kepala tegak dan aksen bangka-belitongnya yang kental itu, secara menyolok menunjukkan bahwa, justru karena dia kristen maka dia harus bersinar seterang-terangnya, dia harus membuat perubahan, dia harus menjadi contoh bagaimana seorang anak Tuhan yang berjalan dalam terang melakukan tugas-tugasnya. Dia nekad membawa terang ke dalam kegelapan, membawa sinar itu sampai ke pelosok paling gelap di WC paling gelap dan paling busuk baunya. Dengan kenekadan itu, dia membuat raja jin, raja coro, raja ork dan begundal-begundal mereka  yang selalu bisa bersembunyi di dalam gelap, kini pontang-panting kelimpungan mencari jalan menghindari terang yang semakin lama semakin benderang itu. Ahok menunjukkan, ketika dia secara sadar tidak hanya bekerja untuk manusia, tapi juga bekerja untuk Tuhan, untuk melakukan hal yang benar di tengah politik yang tak pernah benar-benar hitam putih itu, maka Tuhan yang akan melapangkan jalannya, seberapa besarpun tantangan yang terus menghadang. Orang bisa bilang Ahok itu hoki, beruntung saja. Tapi keberuntungan yang terus-menerus? Hehehe.... Saya lebih percaya bahwa Tuhannya dan Tuhan saya, yang membukakan Laut Merah untuk Musa dan Israel, bukan Tuhan yang lemah dan karena itu perlu pasukan untuk membela dan menyelamatkannya. Tuhan yang disembah Ahok dan saya justru adalah Tuhan pembela dan penyelamat. Dialah satu-satunya Tangan Yang Kuat itu. Tak perduli berapa banyaknya tantangan dan rintangan, ketika Tangan Tuhan ada di atasmu, tak ada yang dapat menghalangimu. Bahkan kematian, bukan hal yang menakutkan sama sekali, itu sebabnya Ahok berani, dia tahu Tuhannya sudah mengalahkan kematian. Tuhan itu, yang menjadi pembelanya dan sandarannya.

Saya, tentunya, bukan pembela Ahok. Saya tidak mampu melakukannya. Siapa saya sih? Saya memilih untuk walk away, sebab saya percaya, Tuhan sudah memilih siapa juaranya. Tugas saya hanya cukup membuat pilihan sesuai hasil pengamatan dan hati nurani pada pilkada DKI di bulan Februari 2017. Gimana nanti skor akhirnya, itu sudah ada dalam suratan takdir. Tapi saya belum tahu takdir akan seperti apa. Syukurlah, dengan begitu saya masih bisa merasa saya punya andil dalam menentukan jalannya sejarah Jakarta. Saya ingin Jakarta maju dan berkembang di bawah kepemimpinan seorang cina kristen yang diberkati untuk memberkati kota ini. Maka, ya, sekarang saya memilih Ahok karena dia kristen dan karena dia cina dan karena saya seratus persen yakin dia mampu memimpin Jakarta menjadi jauh lebih baik daripada yang pernah dibayangkan. Jakarta yang terlahir kembali, lebih baik, lebih maju, lebih kuat!

11 comments:

  1. Saya malah membuka kembali akun fb saya setelh 8 bulan off kaarena terpanggil oleh kesalahpahaman memaknai bahasa yang ahok sampaikan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, saya memang sudah membaca banyak yg ikut meluruskan, dan sangat terkesan. Saya yakin banyak org yg jernih melihat hal ini. Masalah saya, saya yang nggak merasa cukup kuat menghadapi cekcok opini di facebook :)

      Delete
  2. Kalo diindonesia ada 3 saja orang seperti ahok saya yakin indonesia akan maju...
    Perhaps my dear,
    Dalam politik pancasila, musuh kita bukanlah suku, ras, dan agama yang berbeda, tapi kekuasaan yang korup dan picik

    Sopian arisla Allah SWT hafiz

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepakat, oknum-oknum yang ingin mempertahankan kekuasaan yang korup dan pikiran yang picik tersebut yg terus2an mempergunakan SARA untuk mengadu domba bangsa ini. Dan kita pasti tidak akan membiarkan mereka menang kan?

      Delete
  3. Saya hanya penonton karena saya orang luar pulau..tapi seandainya ahok mencalonkan jadi presiden...saya pasti memilihnya...salam damai...

    ReplyDelete
    Replies
    1. We can dream :) dan kadang2 mimpi bisa jadi kenyataan kalau saatnya tepat :D Salam damai juga.

      Delete
  4. Saya muslim, sejak lahir tulen sudah didikan muslim, pendidikan keislaman sdh lebih dari cukup, pesantren, organisasi islam underground garis keras, maupun organisasi islam konvensional sy ikuti. Bathin saya marah ketika Agama sudah dipermainkan untuk kepentingan politik praktis hanya demi meraih kekuasaan. Lebih sakit lagi...ketika para pemuka agama dengan mudahnya dimakan isyu murahan dan langsung bereaksi membawa2 atas nama Umat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya kok jadi merasa harusnya ada UU yg melarang membawa2 ayat kitab suci dikaitkan dengan politik, misalnya dalam kampanye apapun. Yg bawa2 itu bisa dituntut pelecehan agama, dengan begitu negara melindungi agama dari disalahgunakan oleh sebagian org untuk kepentingan pribadi.

      Delete
  5. Sy muslim dan sy sembilan tahun belajar dipesantren diponorogo jawa timur dan jawa barat, DAN SAYA TEGASKAN SAYA ANTI HABIB DAN USTADZ PROVOKATOR, berdalih aksi damai tapi orasinya memicu kerusuhan apalagi pakai sorban dan peci tapi ngomongnya pakai kata2 yg g bermoral,,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bagi saya, aliran islam yg paling menyejukkan adalah NU. Penuh humor, filosfis dan adem... :)

      Delete
  6. sama, tadinya juga memilih Ahok karena kerjanya bagus. di luar etnis dan agamanya (yang kebetulan sama). Tapi karena kejadian ini, saya langsung bakal pilih dia deh. Hanya itu yang bisa saya berikan, karena sebenarnya saya adalah tipe yang cari aman. Saya tidak akan berani berusaha untuk bersinar jika saya merasa keamanan terganggu. Dan Ahok, tidak takut untuk diusik kenyamanannya demi memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara, tempat ia lahir, tempat ia mengenyam pendidikan, tempat ia bekerja dan membangun keluarga. Mungkin, itu semua belum cukup membuat kami yang minoritas ini jadi orang Indonesia ya

    ReplyDelete

Dear Readers, di blog ini, semua komentar yang masuk dimoderasi dulu. Jadi, jangan kaget kalau komentarmu 'menghilang', nggak langsung nongol, sebab musti saya baca dulu, renungkan dulu (cieeeh), baru deh boleh nongol di blog. Terima kasih sudah menyempatkan untuk berkomentar. :)